Khidmah NU dan tokohnya

Ulama adalah pemegang amanat Allah atas makhluk-Nya.

Ulama yang berjuang pada masa awal terbentuknya NU, diantaranya adalah :

1.  KH. Bisri Syansuri (Pendiri NU dan A'wan Periode Pertama)

Kiai Haji Bishri Syansuri (18 September 1886 – 25 April 1980) seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Ia adalah pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dan terkenal atas penguasaannya di bidang fikih agama Islam. Bisri Syansuri juga pernah aktif berpolitik, antara lain sempat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante, ketua Majelis Syuro Partai Persatuan Pembangunan dan sebagai Rais Aam NU. Ia adalah kakek dari Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia keempat.

 

2.  KH. M. Hasyim Asy'ari (Pendiri NU dan Rais Akbar)

Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari bagian belakangnya juga sering dieja Asy'arie (14 Februari 1871 – 21 Juli 1947 M / 24 Dzulqa'dah 1287 H - 7 Ramadhan 1366 H; dimakamkan di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur) adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia  dan merupakan Pendiri sekaligus Rais Akbar Nahdlatul Ulama, organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Beliau juga memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti Maha Guru dan telah menghafal Kutubus Sittah (Hadits 6 Riwayat), dan memiliki gelar Syaikhul Masyayikh yang berarti Gurunya Para Guru. 

 

3.  KH. Abdul Wahab Hasbullah (Pendiri NU dan Katib Periode Pertama)


K.H. Abdul Wahab Hasbullah (31 Maret 1888 – 29 Desember 1971) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, dakwahnya dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November 2014.

Beliau adalah pengarang syair "Ya Lal Wathon" yang banyak dinyanyikan dikalangan Nahdliyyin, lagu Ya Lal Wathon di karangnya pada tahun 1934. KH Maimun Zubair mengatakan bahwa syair tersebut adalah syair yang beliau dengar, peroleh, dan di nyanyikan saat masa mudanya di Rembang. Dahulu syair Ya Lal Wathon ini dilantangkan setiap hendak memulai kegiatan belajar oleh para santri.

 

4.  KH. Abdul Halim (Pendiri NU)


Abdul Halim atau K.H. Abdul Halim, lebih dikenal dengan nama K.H. Abdul Halim Majalengka (26 Juni 1887 – 7 Mei 1962) adalah Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono Nomor: 041/TK/Tahun 2008 tanggal 6 November 2008. Seorang tokoh pergerakan nasional, tokoh organisasi Islam dan ulama yang terkenal toleran dalam menghadapi perbedaan pendapat antar ulama tradisional dan pembaharu (modernis).

 

5.  Syekh Ghanaim (Pendiri NU)


Syekh Ghanaim Al-Mishri, adalah salah seorang mustasyar NU. Ia seorang syekh dari Mesir.


6.  KH. R. Asnawi (Pendiri NU dan Mustasyar Periode pertama)

Asy-Syaikh al-'Allamah Shahibul-fadhilah Haji Raden Muhammad Asnawi bin Abdullah Husnin al-Qudsi atau Raden Asnawi Kudus adalah seorang ulama kharismatik pendiri dan penggerak Nahdlatul 'Ulama dari Kudus, Jawa Tengah. Dalam aktivitas kesehariannya, Kiai Asnawi selalu istikamah dalam mengembangkan dakwah dan penanaman rasa nasionalisme yang tinggi.

 

Jika dirunut silsilahnya, Kiai Asnawi masih merupakan keturunan ke-14 Sunan Kudus (Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan) dan keturunan ke-5 Kiai Ahmad Mutamakkin, Kajen, Pati.

 

7.  KH. Abdul Chamid Faqih (Pendiri NU)

 

Pendiri sekaligus Pengusul nama Nuhudlul Ulama sebelum disepakati menjadi Nahdlatul Ulama.

 

Kiai Faqih Maskumambang. Lahir sekitar tahun 1857 di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Beliau adalah putra dari Kiai Abdul Jabbar dan Ibu Nyai Nursimah.

 

Kiai Abdul Jabbar masih ada keturunan Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir yang nasabnya bersambung hingga ke Sunan Giri. Sedangkan Ibu Nyai Nursimah merupakan putri Kiai Idris, Kebondalem Burno, Bojonegoro.

 

Kiai Faqih memiliki hubungan yang sangat akrab dengan Hadratussyaikh karena senasib dan seperjuangan dalam mencari ilmu serta dengan guru yang sama. Hubungan mereka pun semakin akrab tatkala NU didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 di Kota Surabaya.

 

Kemudian beliau berdua didaulat oleh para kiai untuk menduduki jabatan Rais Akbar oleh Hadratussyaikh dan Kiai Faqih mendapat bagian sebagai Wakil Rais Akbar.

 

Kiai Faqih Maskumambang mengabdikan hidupnya dijalan Allah dengan cara berdakwah hingga mencapai usia 80 tahun. Pada tahun 1353 H/1937, Kiai Faqih kembali ke Rahmatullah.

 

8.  KH. Mas Alwi  Bin  Abdul Aziz (Pendiri NU, pencipta nama NU dan A'wan Periode Pertama)

 

Salah satu pendiri NU adalah KH Mas Alwi Abdul Aziz, Surabaya. Beliau juga pencetus nama Nahdlatul Ulama. dikenal sosok yang cerdas pada jamannya dan mempunyai ide-ide yang cemerlang. Bersama Kyai Wahab Chasbullah dan Kyai Ridwan Abdullah, Ketiganya sudah bersahabat ketika sama-sama  “nyantri” kepada Syaikhona Kholil Bangkalan Madura.

Kyai Mas Alwi bersama Kyai Ridwan Abdullah, Kyai Wahab Chasbullah dan Kyai Mas Mansyur mempunyai andil besar berdirinya Nahdlatul Wathon yang menjadi cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama, dan saat itu Kyai Mas Mansyur menjabat sebagai kepala sekolah, sebelum terpengaruh pemikiran pembaharuan Islam di Mesir yang kemudian menjadi pengikut Muhammadiyah.

 

9.  KH.  Ridwan Abdullah (Pendiri NU dan Pencipta Lambang NU)

 

Seorang ulama tidak hanya memiliki ilmu agama yang tinggi, tapi juga memiliki sejumlah keahlian. Di antara ulama yang memiliki keahlian khusus adalah KH Ridhwan Abdullah. Beliau adalah seorang ulama yang tidak menguasai ilmu agama tapi juga pandai dalam melukis.

Dalam mempelajari ilmu agama, Kiai Ridwan belajar di sejumlah pesantren di Madura dan di Jawa. Di antaranya, Pondok Pesantren Buntet Cirebon, Pondok Pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo, dan Pondok Pesantren Kademangan Bangkalan Madura.

Degan belajar di sejumlah pesantren itu ilmu agamanya pun tak diragukan. Namun, Kiai Ridwan berbeda dengan ulama lainnya, karena ia juga memiliki keahlian khusus di bidang seni lukis dan seni kaligrafi. Banyak jasa yang telah dilakukannya untuk agama dan bangsanya.

Salah satu karyanya adalah bangunan Masjid Kemayoran Surabaya. Masjid yang memiliki arsitektur yang khas ini adalah hasil buah tangan Kiai Radwan. Dengan keahliannya dalam melukis, ia pun dipercaya para ulama untuk membuat lambang Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU).

KH Ridwan Abdullah lahir di Kampung Carikan Gang I, Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan Surabaya pada 1 Januari 1884. Ayahnya bernama KH Abdullah. Pada awalnya, Kiai Abdullah menyekolahkan Ridwan ke sekolah Belanda.

Ridwan muda tergolong sebagai murid yang pintar, sehingga ada orang Belanda yang sampai ingin mengadopsinya. Namun, belum selesai belajar di sekolah tersebut, ayahandanya kemudian mengirimkan Ridwan ke Pondok Pesantren Buntet di Cirebon, Jawa Tengah. Setelah dari Buntet, Ridwan kemudian mengembara mencari ilmu ke Pondok Pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo, Jawa Timur.

 

10.  KH. Ahmad Dachlan Achjad (Pendiri NU dan Wakil Rais Periode Pertama) 
 

KH Ahmad Dahlan Ahyad lahir pada 30 Oktober 1885 di Kebondalem Surabaya. Kiai Dahlan dilahirkan oleh pasangan KH Muhammad Ahyad dan Nyai Hj. Mardliyah. Ia merupakan putra keempat dari enam bersaudara.

Dari sanad ayahnya, Dahlan memiliki darah keturunan hingga ke Sunan Gunung Jati Cirebon. Sedangkan ibunya, Nyai Mardliyah adalah adik KH Abdul Kahar, saudagar kaya nan terkenal di Surabaya. Dahlan pun mewarisi karakter kedua orang tuanya yang merupakan seorang agamawan dan saudagar tersebut.

 

11.  KH. Nachrowi Thahir (Pendiri NU dan A'wan Periode Pertama)

 

“Ketahuilah, bahwa kelak, suatu saat nanti tidak hanya santri-santri saja yang menjadi anggota NU. Tapi harus ada yang sarjana, insinyur, dokter, dan yang berpendidikan umum lainnya. Semua itu dibutuhkan untuk menunjang keberadaan NU yang luar biasa besar. Pada saatnya nanti.” Pesan Kiai Nachrowi kepada Kiai Saifuddin Zuhri pada tahun 1928.
 
Di Malang, pernah ada kiai kharismatik yang mempunyai peran penting dalam pengembangan pendidikan keislaman di Indonesia. Beliau adalah Kiai Nachrowi Thohir yang pertama kali telah mendirikan Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan. Kelak, madrasah ini menginspirasi daerah lain untuk mendirikan madrasah serupa. Seperti apa perjalanan hidup Kiai Nachrowi, dan apa perannya dalam mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia? Berikut catatannya.
Kiai Nachrowi Thohir adalah putra bungsu dari ulama kharismatik bernama Kiai Muhammad Thohir atau yang dikenal dengan sebutan Mbah Bungkuk. Selama ini, Mbah Bungkuk dikenal sebagai ulama yang ‘abid (ahli ibadah) dan mempunyai karomah. Peninggalannya adalah Pesantren Miftahul Falah Bungkuk Singosari Malang. Kiai Nachrowi dilahirkan di Bungkuk-Singosari pada tahun 1900 M/1317 H. Kiprahnya sudah terlihat sejak masih muda dan ketika dewasa pun masih menaruh perhatian yang sangat tinggi untuk dunia pendidikan, khususnya bagi masyarakat muslim.
 
Semasa muda, Kiai Nachrowi menghabiskan waktunya untuk belajar agama kepada ayahnya. Saat itu pesantren yang diasuh Mbah Bungkuk menjadi rujukan tokoh Nahdlatul Ulama dan beberapa tokoh perjuangan lainnya. Dari Mbah Bungkuk, Kiai Nachrowi mempelajari dasar-dasar agama Islam seperti membaca al-Qur’an dan mengaji kitab-kitab tauhid (Aqidatul Awam), ilmu alat seperti Jurumiyah dan Imrithi. Setelah mengaji kepada ayahnya, Kiai Nachrowi Thohir melanjutkan pengembaraanya keilmuannya ke Jampes Kediri untuk belajar kepada seorang kiai kharismatik yang alimul allamah, arif billah,dan taammuq (mendalam) ilmunya bernama Kiai Ihsan Muhammad Dahlan Jampes.
 
12.  KH. Abdullah Ubaid (Pendiri NU dan A'wan Periode Pertama)

KH Abdullah Ubaid dikenal sebagai ulama yang luas ilmunya. Ia lahir di Surabaya, 4 Jumadil Akhir 1318 H.  Abdullah Ubaid adalah putra dari Kiai Ali, seorang ulama terkemuka di Surabaya. Oleh Kiai Yasin, ia diberi nama tambahan Ubaid untuk membedakan dengan salah satu putranya, yang juga bernama Abdullah.

Di usia 14 tahun ia mondok di pesantren  milik Syaikhona Kholil Bangkalan sebelum kemudian pindah di Tebuireng. Abdullah yang masih berusia 20 tahun diajak oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah untuk mengajar di Madrasah Nahdlatul Wathan.

Keterlibatannya di Nahdlatul Wathan, menjadikan ia tumbuh sebagai sosok yang nasionalis. Terbukti saat ia dan Kiai Wahab menciptakan lagu Syubbanul Wathan yang kerap dinyanyikan di acara-acara kebangsaan.

 

13.  KH. Ma'shum (Pendiri NU)

KH Ma’shum Ahmad, lahir dengan nama Muhammadun, adalah sosok Kyai yang alim dan sangat disegani banyak kalangan. Pendiri Ponpes Al Hidayah, Lasem, Rembang, Jawa Tengah ini merupakan ayahanda dari KH. Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta, sang Rais Amm PBNU periode 1981 – 1984 M. KH. Ma'shum lahir sekitar tahun 1868 dari pasangan H. Ahmad dan Qosimah. Sulung dari dua saudarinya, Nyai Zainab dan Nyai Malichah ini memiliki silsilah dan hubungan darah dengan Sultan Minangkabau, bersambung hingga ke Rasulullah SAW.

Seluruh hidupnya diabdikan kepada masyarakat, terutama kaum papa. Beliau bahkan menganggap pengabdian ini sebagai laku tarekatnya. Menurut Denys Lombard, ahli sejarah terkenal, “Mbah Masum adalah seorang guru (kyai) dari Lasem yang kurang dikenal di tingkat Nasional, namun kematiannya pada tahun 1972 menimbulkan guncangan hebat dari satu ujung jaringan ke ujung jaringan lainnya.”




 

 

 

 

 



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gulaku Kelewat Murni

TENTANG CINTA

Makan Secukupnya